12 Maret 2020 (diterbitkan dalam bahasa Inggris pada 27 Februari 2020). Read the English version.
Dalam sebuah cobaan serius yang dihadapi oleh skema
legalitas kayu Indonesia yang didukung Uni Eropa, para auditor sedang melakukan
penyelidikan atas dugaan bahwa sebuah operasi penebangan kayu di hutan alam
Papua dilandasi oleh izin-izin perkebunan kelapa sawit yang palsu.
Menindak lanjuti permintaan informasi dari Earthsight, dua
firma auditor, yang sebelumnya telah mengeluarkan sertifikasi bagi
perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan skema Sistem Verifikasi Legalitas
Kayu (SVLK), mengatakan akan mereview ulang sertifikasi yang telah dikeluarkan.
Namun respon ini, tetap membuka kemungkinan bahwa kayu dari proyek-proyek
kontroversial ini akan tetap diperbolehkan mempertahankan stempel hijau
persetujuan selama kekacauan izin ini belum dijernihkan.
Earthsight menyurati para auditor setelah Investigasi
Mongabay dan Gecko Project melaporkan tuduhan-tuduhan
yang keras bahwa izin-izin usaha perkebunan (IUP) untuk tujuh konsesi
kelapa sawit di proyek Tanah Merah yang kontroversial adalah palsu. Dua pejabat
senior do BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) Papua – otoritas yang mengeluarkan
IUP-IUP itu – menuduh izin-izin itu palsu, mungkin hal ini difasilitasi oleh
staff yang nakal.
Proyek Tanah Merah adalah pembangunan kelapa sawit yang
terbesar di dunia dan memiliki fokus pada penebangan habis kawasan IUP ke tujuh
perusahaan yang meliputi kawasan seluas 280,000 hektar (ha) yang sebagian besar
adalah hutan primer di Kabupaten Boven Digul, Provinsi Papua. Kawasan ini empat
kali lebih luas dari kawasan Jakarta.
Proyek ini menjadi fokus dari investigasi “Kesepakatan
Rahasia Hancurkan Surga Papua” yang menjadi kerjasama antara The Gecko
Project dan kanal berita Mongabay di 2018, yang membuka kedok bagaimana
izin-izin perkebunan primer dikeluarkan oleh seorang pejabat pemerintah yang
korup dari dalam penjara, dan bahwa para pemilik perusahaan-perusahaan itu
tidak dikenali oleh pejabat-pejabat pemerintah, dan bahwa warga lokal dipukuli
selama proses pengurusan izin.
Tiga dari tujuh perusahaan yang dituduh memiliki IUP palsu
juga telah mendapatkan izin sekunder untuk memanfaatkan kayu yang ditebang
selama proses pembukaan lahan.
Operasi penebangan milik dua dari perusahaan perkebunan ini
– PT Megakarya Jaya Raya (PT MJR) dan PT Graha Kencana Mulia (PT GMK) telah
disertifikasi sebagai taat SVLK di tahun 2018 dan 2019 oleh badan sertifikasi
swasta milik PT Inti Multima Sertifikasi (PT IMS).
Citra Satelit menunjukkan bahwa per November 2019 PT MJR
telah menebang habis 5,090 hektar, sedangkan PT GKM telah membuka kawasan
seluas 144 hektar.
Satu perusahaan lagi, PT Tulen Jayamas Timber Industries (PT
TJTI), yang telah membangun sebuah kompleks kayu yang luas di Tanah Merah guna
memproses log yang diestimasikan bernilai $ 6 Milyar, yang diperkirakan akan
ditebang dari ke tujuh konsesi, juga telah mendapatkan sertifikasi dari sebuah
badan sertifikasi lainnya yaitu, PT Borneo Wanajaya Indonesia (PT BWI).
PT TJTI saat ini menerima semua kayunya dari ke dua
perkebunan Tanah merah yang telah disertifikasi oleh PT IMS, sebuah faktor yang
melandasi sertifikasi dari PT BWI untuk sawmill tersebut.
Sertifikat-sertifikat yang diterima oleh PT TJTI dan PT MJR mengkonfirmasikan bahwa operasi-operasi mereka telah memenuhi syarat-syarat SVLK.
Kedua auditor itu menginformasikan kepada Earthsight bahwa
mereka tidak menyadari adanya tuduhan IUP palsu sebelum mereka mengeluarkan
sertifikat pemenuhan SVLK untuk klien mereka.
Rangkaian pertanyaan Earthsight dengan PT BWI dimulai pada
bulan November 2019, mengikuti pengungkapan
yang terpisah dari sebuah NGO Indonesia bernama PUSAKA bahwa
pejabat-pejabat Papua menuduh bahwa izin lingkungan milik sawmill PT TJTI juga
dipalsukan, dan bahwa sebuah perintah penghentian operasi telah diberlakukan
kepada perusahaan tersebut.
Dalam tanggapan awal mereka terhadap tuduhan bahwa izin-izin
perkebunan itu telah dipalsukan, kedua auditor mengindikasikan bahwa tindakan
mereka akan terbatas sampai izin-izin itu dicabut atau dibuktikan secara legal
sebagai palsu, atau hingga mereka menerima pemberitahuan dari pejabat yang
berwenang yang menegasikan validitas izin-izin itu.
PT IMS mengungkapkan, “jika ada tuduhan-tuduhan” mekanisme
internal mereka adalah “mengkonfirmasi kepada kedua perusahaan dan bilamana
perlu mengkonfirmasi kepada instansi yang menerbitkan izin.”
PT BWI tidak mengindahkan ataupun merespon
pertanyaan-pertanyaan Earthsight tentang izin lingkungan palsu di sawmill Tulen
Jayamas hingga sembilan minggu.
Setelah dimintai klarifikasi, pada akhir Januari kedua
auditor menginformasikan kepada Earthsight bahwa mereka akan menghubungi
pejabat-pejabat BKPM Papua.
Pada tanggal 27 Januari PT IMS menginformasikan kepada
Earthsight bahwa mereka telah “mengajukan sebuah permohonan informasi kepada
BKPM Papua”, dan pada hari yang sama PT BWI juga menjanjikan sebuah “audit
khusus” terhadap izin-izin perkebunan palsu.
PT BWI akhirnya juga memperhatikan pertanyaan Earthsight
mengenai tuduhan izin lingkungan untuk sawmill yang palsu, dan berjanji untuk
mulai mengumpulkan dan memverifikasi bukti-bukti mengenai tuduhan ini kemudian
melaksanakan sebuah “audit khusus”.
Earthsight kemudian meneruskan sebuah salinan surat yang
dikeluarkan oleh BKPM Papua pada bulan November 2019 kepada PT TJTI, dimana
pihak yang berwenang menyatakan bahwa izin lingkungan sawmill itu palsu serta
memerintahkan PT TJTI untuk menghentikan operasinya, kepada PT BWI.
Sebuah surat telah dilayangkan oleh pihak berwenang di Papua kepada PT TJTI pada bulan November 2019 menyatakan bahwa izin lingkungan perusahaan itu untuk sawmill adalah palsu.
Jika dilaksanakan, penyelidikan auditor yang dijanjikan
semestinya mesyaratkan BKPM Papua untuk memverifikasi atau menolak
tuduhan-tuduhan bahwa ke tujuh izin perkebunan di Tanah Merah telah dipalsukan,
sebagaimana disampaikan oleh pegawai senior di tahun 2019.
Meskipun janji untuk melakukan audit ini menunjukkan bahwa
SVLK semestinya mampu memberikan kejelasan melalui proses quasi-legal terhadap
kasus yang merupakan test-case bagi penegakan hukum di sektor kayu dan kelapa
sawit di Indonesia, apakah para auditor akan memverifikasi klaim ini sebagai
benar atau salah baru akan terlihat nantinya.
Dua minggu setelah mengatakan bahwa dirinya telah memohon
informasi kepada BKPM Papua PT IMS – yang mengaudit izin-izin penebangan IPK –
mengkonfirmasi bahwa mereka tidak menerima tanggapan.
PT BWI sudah dua kali menolak untuk mengkonfirmasikan jadual
atau rentang waktu bagi “audit khusus” yang akan dilakukannya, atau apakah
perusahaan itu telah menerima salinan surat BKPM Papua pada bulan November 2019
yang meminta klien mereka menghentikan operasi-operasi sawmillnya.
BKPM Papua tidak menanggapi permohonan Earthsight untuk
mengkonfirmasi bahwa kedua auditor telah menghubungi mereka tentang tuduhan
izin-izin palsu, atau apakah mereka merencanakan untuk menanggapi.
Lebih jauh lagi, meskipun kedua auditor mengatakan bahwa
mereka telah mencatatkan pertanyaan Earthsight sebagai keluhan formal di bawah
sistem SVLK, belum ada kasus semacam ini dicantumkan dalam online
case-tracker milik pemerintah.
Pada bulan Januari 27 Earthsight melayangkan surat kepada
Komite Akreditasi Nasional – sebuah badan industrial yang memberikan akreditasi
bagi perusahaan-perusahaan sertifikasi untuk mengaudit dengan menggunakan
standar-standar SVLK dan standar lainnya – menanyakan informasi mengenai status
“keluhan-keluhan” mereka. Komite Akreditasi Nasional tidak memberikan tanggapan,
meskipun pada awalnya mendorong para auditor untuk menanggapi pertanyaan
Earthsight.
Sangat mungkin bahwa para auditor SVLK tidak akan pernah
menerima informasi formal mengenai izin-izin yang dituduhkan sebagai dipalsukan
oleh BKPM Papua, dan bahwa sertifikat SVLK untuk operasi kayu akan diizinkan
untuk terus berlanjut, meskipun tuduhan ini tidak dicabut ataupun ditolak. Jika
hal ini terjadi, maka akan memosisikan reputasi seluruh sistem SVLK dalam
bahaya.
Sementara pejabat Papua yang dilaporkan telah menuduhkan
adanya izin-izin perkebunan yang palsu tidak mencabut tuduhan ini sejak pertama
kali dipublikasikan, Mongabay/TGP juga melaporkan bahwa menghendaki agar
perusahaan-perusahaan yang telah menebangi hutan untuk “memperbaiki” izin-izin
mereka dengan cara melakukan pendaftaran ulang untuk mendapatkan izin yang
sesungguhnya agar mereka dapat melanjutkan operasi secara legal.
Meskipun telah dikabarkan mengidentifikasi IUP palsu di
tahun 2013, belum ada tindakan resmi oleh pihak yang berwenang. Sementara itu
ribuan hektar hutan yang perawan telah di tebang habis.
Sebuah citra satelit dari bulan November 2019 menunjukkan skala deforestasi di proyek Tanah Merah.
Sementara itu, kedua auditor SVLK itu juga menjelaskan
kepada Earthsight bahwa meskipun mereka berjanji untuk menginvestigasi masalah
yang dikeluhkan, namun tindakan mereka pada akhirnya akan tergantung oleh
tindakan pejabat-pejabat lain.
Earthrights menanyakan kepada PT IMS mengenai apa yang akan
mereka lakukan andaikata BKPK Papua tidak melakukan verifikasi terhadap
validitas IUP-IUP yang dipersoalkan, dan tidak mengurangi resiko bahwa tuduhan
mereka mengenai izin-izin palsu adalah benar.
PT IMS tidak menjawab secara langsung, namun menyatakan
bahwa mereka memiliki “mekanisme internal” yang akan terpantik “jika sudah ada
konfirmasi dari BKPM Provinsi Papua dan lembaga-lembaga pemerintah yang terkait
dengan tuduhan IUP palsu.”
PT IMS tidak mengatakan apakah mereka akan melakukan sesuatu
andaikata BKPM Papua tidak memberi tanggapan.
Demikian pula, sementara menjanjikan “audit khusus” untuk
kedua IUP milik perusahaan-perusahaan perkebunan itu serta izin lingkungan
untuk sawmill, PT BWI juga mengatakan bahwa perusahaan ini “Tidak memiliki
wewenang untuk memverifikasi dokumen-dokumen IUP bagi pemasok bahan baku” bagi
klien mereka PT TJTI.
Selain itu PT BWI menyatakan bahwa akan menindak lanjuti
sertifikat SVLK yang telah dikeluarkannya untuk PT TJTI hanya “bila terbukti
dan memang benar secara hukum membeli dan/atau menerima dan/atau menyimpan
dan/atau mengolah dan/atau menjual kayu ilegal.” Mengingat bahwa sawmill
menerima kayu dari kedua perkebunan yang telah diaudit oleh PT IMS dan
dinyatakan sebagai patuh, PT BWI tampaknya bermaksud untuk hanya mencabut
sertifikat milik sawmill jika PT IMS mencabut sertifikat-sertifikat SVLK bagi
kedua perkebunan.
PT BWI tidak mengatakan bilamana mereka akan mencabut sertifikat
SVLK PT TJTI bila izin lingkungan sawmill dikonfimasikan sebagai palsu –
meskipun izin itu merupakan pra-syarat kepatuhan SVLK bagi sebuah sawmill.
Izin perkebunan untuk megaproyek kelapa sawit pertama kali dituduhkan sebagai palsu pada tahun 2013
Bilamana pihak berwenang Papua tidak pernah mengonfirmasi
ataupun menyangkal satupun dari tuduhan ini, kedua auditor tampaknya bersiap
untuk menerima tiadanya verifikasi sebagai justifikasi untuk mengabaikan
tuduhan itu dan mempertahankan sertifikas SVLK yang telah dikeluarkan.
Adanya resiko bahwa tuduhan-tuduhan ini benar namun tidak
ditindaklanjuti dalam apa yang tampak nyata sebagai kekosongan ‘rule of law’
tampaknya tidak menjadi faktor yang mempengaruhi justifikasi kedua auditor
untuk mempertahankan sertifikat-sertifikat yang telah mereka keluarkan –
sekalipun tuduhan-tuduhan itu tidak pernah dicabut atau ditolak.
Penyelidikan-penyelidikan auditor ini akan diikuti dengan
dekat oleh kalangan pemerhati hukum, lingkungan dan kebijakan dagang sebagai
sebuah tes kunci atas kredibilitas SVLK Indonesia yang begitu banyak
digembar-gemborkan.
Dibawah peraturan sebuah Partnership Agreement (VPA) atau
Kesepakatan kemitraan antara Indonesia dan Uni-Eropa – yang dinegosiasikan
selama lebih dari satu dekade dan diratifikasi pada tahun 2014 – kayu yang
disertifikasi dibawah SVLK akan bebas dari undang-undang monumental Uni Eropa
yang melarang kayu ilegal – The EU Timber Regulation (EUTR) atau Regulasi Kayu
Uni Eropa – yang mulai berlaku pada tahun 2013. Indonesia adalah satu-satunya
negara yang telah melaksanakan sebuah Kesepakatan
Kemitraan (VPA) secara penuh, dimana SVLK menjadi
landasan dari kemitraan itu.
Earthsight tidak berhasil untuk mengkonfirmasikan apakat PT
TJTI mengekspor produk kayu ke Eropa namun memahami bahwa tidak akan ada
peraturan hukum di EU yang akan mampu mencegahnya melakukan hal ini selama sertifikat
SVLK mereka valid. Ini tampaknya berlaku tidak peduli apakah tuduhan mengenai
izin-izin palsu ini dicabut oleh pejabat yang menuduhkannya – pejabat yang
konon sama dengan yang mengeluarkan izin-izin itu.
Perjanjian Kemitraan (VPA) dan EUTR merupakan elemen utama
dari Rencana Aksi FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade)
untuk menghilangkan pembalakan kayu ilegal dan perdagangannya – merupakan
inisiatif kebijakan kebanggaan Uni Eropa di bidang konservasi hutan. Selain itu
juga telah dijanjikan bahwa pelaksanaan VPA FLEGT akan dikuatkan sebagai aksi
khusus dalam Komunikasi Uni Eropa tahun 2019 tentang “Meningkatkan Aksi Uni
Eropa untuk Melindungi dan Merestorasi Hutan-Hutan Dunia, yang bertujuan untuk
mengeliminasi deforestasi di seluruh dunia – bukan hanya penebangan ilegal dan
perdagangan kayu.
Tidak lama setelah meninggalkan Uni Eropa, pemerintah
Inggris Raya (UK), mengumumkan di bulan Februari maksudnya untuk meningkatkan
kerjasama multi-lateral tentang hutan dan reformasi perdagangan kayu untuk
memimpin sebuah koalisi bangsa-bangsa dunia dalam rangka menghentikan
penebangan ilegal dan deforestasi.
UK telah mentrasposisikan sebuah aturan padanan EUTR dan VPA
dengan Indonesia kedalam hukum domestik UK, mengindikasikan keteguhannya untuk mempertahankan
kontribusi utamanya kepada kebijakan global yang penting ini setelah
meninggalkan Uni Eropa.
Ketika mengumumkan inisiatif koalisi hutan, Menteri
Lingkungan UK Lord Goldsmith menjelaskan sebuah kasus di tahun 2019 dimana ada
kayu SVLK yang diserifikasi secara keliru akibat adanya izin-izin palsu yang
kemudian dinyatakan sebagai ilegal dan serifikat SVLKnya dicabut. Para pelaku
pelanggaranpun dihukum penjara.
“Hal seperti ini merupakan langkah penting menuju pemastian bahwa tidak ada pelabuhan yang aman bagi kayu ilegal dimanapun di dunia.” Ungkap Lord Goldsmith. Perlu diamati apakah SVLK Indonesia akan mampu atau mau memverifikasi fraud yang dituduhkan oleh pejabat Papua di Tanah Merah, ataukan sertifikat legalitas yang sudah dikeluarkan akan tetap dipertahankan oleh para auditor SVLK meskipun tuduhan-tuduhan itu belum dipecahkan.